Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan, pemerintah berkomitmen penuh membenahi persoalan tata kelola penempatan dan perlindungan untuk Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia.
Ida menjelaskan, selama ini persoalan yang terjadi telah dimulai dari proses pemberian izin bagi perusahaan yang akan menempatkan awak kapal, proses rekrutmen dan pendataan, proses pelatihan dan sertifikasi, pelatihan calon awak kapal, sampai saat proses pengawasan.
“Pemerintah telah dan terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah pembenahan pelindungan bagi awak kapal perikanan,” kata Ida dalam acara peluncuran Policy Brief tentang Perbaikan Tata Kelola Perlindungan ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing melalui video conference, Kamis (18/6).
Ia menambahkan, “Tahapan-tahapan tersebut mutlak kita lakukan evaluasi dan langkah-langkah pembenahan agar dampak masalah yang ditimbulkan nantinya pada saat mereka bekerja di atas kapal dapat diminimalisir secara signifikan.”
Lebih lanjut, Ida menyebut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) menyatakan secara jelas bahwa awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di kapal berbendera asing merupakan bagian dari PMI. Perlindungan PMI tersebut mencakup waktu sebelum, selama, dan setelah bekerja.
UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang baru itu disebut telah merumuskan serta melindungi hak dan kewajiban PMI beserta keluarganya. Namun Ida mengaku, pada kenyataannya masih kerap terjadi kekerasan dan perbudakan modern di laut, serta hak-hak PMI beserta keluarga yang dilanggar.
“PMI juga dilindungi dari segi hukum, sosial, dan ekonomi,” ujarnya lagi.
Dalam upaya mewujudkan tata kelola penempatan awak kapal migran yang lebih baik, Ida berpendapat bahwa pendayagunaan potensi laut nasional beserta isi yang terkandung di dalamnya mutlak harus dilakukan demi kepentingan bersama. Sehingga, laut Indonesia bermanfaat untuk rakyat, termasuk bagi para nelayan dan awak kapal perikanan agar dapat bekerja di kapal Indonesia yang baik.