Perayaan tahun baru selalu dihiasi dengan pesta Kembang Api, yang memang tidak bisa dipungkiri kembang api dapat menciptakan kemeriahan tersendiri di setiap momennya. Namun, meskipun diterapkan di seluruh dunia, ada bahaya kesehatan yang di balik ledakan dan percikan kembang api.
Terdapat beragam zat kimia seperti strontium nitrat, sejumput kalsium sulfat, bubuk mesiu, zat pengoksidasi, dan pengikat dalam kembang api.
Kembang api atau petasan adalah produk yang dimaksudkan untuk diledakkan atau terkadang untuk melepaskan semburan warna.
Produsen kembang api mengepak lapisan bungkus luar beragam zat kimia di atas dengan bubuk mesiu guna melontarkan bungkus tersebut ke atas. Sekering digunakan untuk menghasilkan waktu tunda dari proses terbakarnya bubuk mesiu hingga muatan di dalamnya meledak di ketinggian yang tepat. Ledakan menggunakan desain yang dirancang khusus untuk menghasilkan bentuk percikan yang diinginkan.
Saat muatan meledak, gas-gas yang diciptakan oleh reaksi kimia meluas, memanaskan garam logam yang dikemas dalam bungkus. Garam yang terbakar itu adalah warna yang terlihat. Bungkus dapat dikemas secara acak untuk membuat tampilan tersebar merata, atau dengan pengaturan tertentu membuat bentuk bunga, wajah tersenyum, atau bentuk lainnya.
Sejumlah garam logam yang menghasilkan warna, seperti oranye, merah, dan biru, memiliki tingkat toksisitas ketika digunakan dalam jumlah besar. Bubuk mesiu yang memotori ledakan pada bungkus dan menyulut muatan meledak adalah cerita lain.
Natrium perklorat adalah komponen utama bahan bakar roket dan bubuk mesiu digunakan untuk membuat kembang api yang meledak. Meski perklorat secara alami ada di alam, perklorat lebih sering diproduksi melalui proses industri yang diperlukan untuk sejumlah aplikasi kimia.
Bersamaan dengan reaksi kimia yang tinggi, melontarkan petasan atau kembang api ke langit memberi atmosfer puing-puing bahan kimia dan sampah. Saat kembang api naik, perklorat dan partikel turun. Inilah yang menjadi biang masalah ke kesehatan manusia.