Persoalan intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme (IRE) seringkali menjadi fenomena gunung es di tengah masyarakat. Terkadang secara lahiriah terkesan “adem-ayem”, namun dalam waktu bersamaan bisa menjadi isu sensitif yang memicu konflik sosial.
Untuk itu, puluhan warga Kelurahan Baciro, Kemantren Gondokusuman, Kota Yogyakarta, mengikuti lokalatih deteksi dini intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme (IRE) di Aula Kelurahan Baciro pada Rabu (19/3/2025).
“Kelurahan Baciro menjadi miniatur Yogyakarta: padat, majemuk, namun rentan terhadap gesekan sosial,” ungkap Lurah Baciro, Sutikno, dalam kegiatan yang diinisiasi oleh Mitra Wacana dengan dukungan Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI) itu.
Dikatakannya, pelatihan seperti ini sangat penting untuk membuka cara pandang masyarakat. Dia mengapresiasi kegiatan tersebut. “Selain sebagai upaya preventif dan menjaga stabilitas sosial, pelatihan seperti ini sangat berarti dalam membangun kesadaran kolektif agar konflik dapat dicegah sejak dini,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengenali tanda-tanda dini intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme. “Sehingga masyarakat mampu mengurai permasalahan dan membangun strategi perlindungan diri dan komunitas,” imbuhnya.
Sutikno mengakui, karakteristik masyarakat Yogyakarta memiliki keberagaman yang kompleks. “Maka berbagai tantangan sosial, mulai dari ujaran kebencian hingga tindakan diskriminatif yang berpotensi mengancam harmoni sosial,” kata dia.
Bayu, perwakilan dari Kesbangpol Kota Yogyakarta mengatakan, masyarakat perlu memahami berbagai bentuk intoleransi, serta strategi deteksi dini yang dapat diterapkan di lingkungan sekitar.
“Beberapa kasus intoleransi yang pernah terjadi di Yogyakarta menjadi pembelajaran penting,” katanya.
Sementara itu, Siti Aminah dari Srikandi Lintas Iman Yogyakarta menjelaskan, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah bagaimana menghilangkan prasangka terhadap kelompok yang berbeda.
“Itulah pentingnya membangun dialog lintas iman,” katanya.
Koordinator Program Mitra Wacana, Ruliyanto mengatakan, kegiatan ini harapannya tidak hanya meningkatkan pemahaman peserta terhadap ancaman IRE, tetapi juga membangun komitmen mereka sebagai agen perubahan di lingkungan masing-masing.
“Dengan kesadaran dan keterampilan yang baik dalam membangun dialog secara sehat, maka kita bisa menjaga keberagaman sebagai kekuatan, bukan sebagai pemicu konflik,” ungkapnya.
Melalui lokalatih ini, lanjut dia, peserta diharapkan mampu memahami berbagai bentuk IRE, memperkuat jejaring komunikasi lintas iman, serta menciptakan lingkungan yang lebih damai dan harmonis.
“Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat, ancaman intoleransi dan radikalisme diharapkan dapat dicegah sebelum berkembang lebih luas,” katanya.
Sedikitnya ada 24 peserta dari berbagai latar belakang, termasuk perempuan, pemuda, tokoh agama, serta perwakilan pemerintah kelurahan, mengikuti pelatihan ini dengan penuh antusiasme. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Merajut Kolaborasi Lintas Iman dalam Upaya Pencegahan Intoleransi, Radikalisme, dan Ekstremisme yang hadir sebagai respons atas kasus-kasus intoleransi di Yogyakarta.