Tindak pidana dikabarkan bakal menjerat para pelanggar protokol kesehatan dalam gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Saat ini, sejak 26 September lalu, Pilkada tengah memasuki tahapan kampanye hingga 5 Desember 2020.
Pada masa-masa kampanye inilah, pelanggaran protokol kesehatan sangat rentan terjadi. Penindakan tegas akan dilakukan jika para peserta atau kontestan Pilkada kedapatan tidak mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Abhan menegaskan, penindakan bisa dilakukan oleh lembaga penegak hukum seperti aparat kepolisian setempat. Ia menyebutkan beberapa ketentuan aturan yang dapat menjerat para pelanggar protokol kesehatan itu.
“Ada di Pasal 212, 216, dan 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020. Peraturan Daerah termasuk Peraturan Gubernur, Bupati, dan Walikota, serta Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2020,” kata Abhan, dikutip NU Online dari Situs Resmi Bawaslu RI, pada Ahad (4/10).
“Bawaslu menjadi bagian dari yang punya kewenangan untuk melakukan penindakan. Akan tetapi, dalam menerapkan protokol pencegahan Covid-19 ada ketentuan pidana,” tambahnya.
Menurutnya, penindakan bukan hanya menjadi tanggung jawab Bawaslu melainkan juga tanggung jawab kepolisian. Bawaslu dan kepolisian, dalam hal ini melakukan kerja bersama. Sebab, bagi Abhan, jika tanpa koordinasi dan kerja bersama akan berat dilakukan.
Magister Hukum Universitas Sultan Agung Semarang (Unissula) ini juga menyambut baik atas terbitnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 tahun 2020 yang menerapkan aturan soal protokol kesehatan dalam Pilkada tahun ini.
“Satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditetapkan maksimal 500 pemilih. Bisa diatur waktunya agar tidak terjadi kerawanan,” lanjutnya.
Sejauh ini, memasuki dua pekan tahapan kampanye masih saja terdapat berbagai temuan terkait pelanggaran protokol kesehatan. Temuan itu, sebut Abhan, di antaranya ada di 35 kabupaten/kota yang kedapatan tidak mengenakan masker.
“Tapi jumlah itu menurun dibandingkan dengan pelanggaran saat pendaftaran bakal calon awal September lalu. Kami terus memetakan potensi kerawanan seperti penerapan protokol kesehatan secara ketat jika kempanye online tidak bisa dilaksanakan karena keterbatasan jaringan internet,” katanya.
ADVERTISEMENT
Aturan kampanye online
Sementara itu, Pelaksana Harian (Plh) Ketua KPU RI Ilham Saputra mengatakan bahwa PKPU Nomor 13 Tahun 2020 mengubah metode kampanye tatap muka menjadi kampanye daring dan melalui media sosial.
Kegiatan kampanye yang mengundang kerumunan seperti olahraga, bazar, dan perlombaan dihapus. Kemudian diganti dengan kampanye di media sosial dan media daring. Namun demikian, Ilham mengatakan masih ada pertemuan tatap muka yang dibatasi.
“Kami membatasi (pertemuan tatap muka) dilaksanakan di ruang tertutup dengan maksimal 50 orang yang kapasitas ruangannya dua kali dari jumlah peserta. Dalam kampanye ada pula larangan tertulis mengikutsertakan anak-anak, ibu hamil atau menyusui, dan lanjut usia,” tegas Ilham.
Ia juga merasa bahwa diperlukan aturan yang bisa melengkapi berupa Perppu atau revisi UU dalam mengisi kekosongan hukum. Misalnya, kata Ilham, imbauan pemilih berusia di atas 45 tahun agar tak datang ke TPS.
“Ini perlu terobosan hukum seperti kotak suara keliling dan surat suara via pos. hal ini diatur dalam UU Pemilu No 7 Tahun 2017. Tapi belum diatur dalam UU Pemilihan Nomor 10 Tahun 2016,” jelasnya.
Ilham juga menyampaikan bahwa KPU sedang menyiapkan e-rekapitulasi dalam mencegah pengumpulan massa saat tahapan penghitungan suara. Menurutnya, rekapitulasi tingkat kecamatan bisa ditiadakan tetapi ada kendala yang lain.
“Kendala itu karena adanya peraturan perundang-undangan yang masih menetapkan rekapitulasi tingkat kecamatan. Karena itu perlu ada pelengkap aturan,” pungkas Ilham.
Bentuk kampanye yang dilarang di masa Covid-19
Berdasarkan Pasal 88C PKPU Nomor 13 Tahun 2020 ditetapkan bahwa terdapat berbagai bentuk kampanye yang dilarang dalam keadaan darurat di masa Covid-19. Beberapa di antaranya adalah rapat umum (seperti pertemuan akbar atau kampanye di ruang terbuka), kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, atau konser musik.
Selain itu berbagai kegiatan perlombaan di ruang publik juga dilarang. Kampanye yang dikemas dengan kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai atau sepeda motor pun menjadi bagian dari bentuk kampanye yang dilarang.
Penyelenggara Pilkada tahun ini juga melarang kegiatan sosial seperti bazar atau donor darah serta peringatan hari ulang tahun partai politik.
Sementara itu, merujuk pada Pasal 57 PKPU Nomor 13 Tahun 2020, terdapat pula bentuk kampanye yang diperbolehkan untuk tetap dilaksanakan. Pertama, pertemuan terbatas tatap muka dan dialog dengan maksimal 50 orang di dalam ruangan tertutup yang luasnya dua kali lebih besar dari jumlah peserta.
Kedua, debat publik atau debat terbuka dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Ketiga, pemasangan alat peraga kampanye. Keempat, penayangan iklan di media massa cetak, elektronik, media sosial, atau media daring,
Ketiga, Bawaslu menekankan bahwa kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan, boleh dilakukan. Namun jika kedapatan melanggar, Bawaslu akan mengeluarkan sanksi.
Bawaslu tingkat provinsi atau kabupaten/kota akan memberikan peringatan tertulis saat terjadinya pelanggaran protokol kesehatan dalam bentuk kampanye. Kemudian Bawaslu akan menghentikan atau membubarkan kampanye itu jika tidak melaksanakan peringatan dalam waktu satu jam setelah diterbitkannya surat peringatan.