Pemerintah menyiapkan berbagai skenario dalam menangani dampak pandemi covid-19 terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apalagi ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 2,97 persen pada kuartal I-2020.
“Setiap data baru akan digunakan untuk memutakhirkan asessment pemerintah terhadap kondisi perekonomian riil dan sosial masyarakat. Tujuannya agar pemerintah dapat memformulasikan langkah antisipasi secara cepat dan tepat,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan di Jakarta, Selasa, 5 Mei 2020.
Menurut Febrio penurunan kinerja konsumsi yang tajam di kuartal I-2020 memperkuat urgensi percepatan penyaluran bantuan sosial di kuartal II. Sementara di sisi produksi, program pemulihan ekonomi nasional untuk UMKM menjadi sangat kritikal dan perlu dilaksanakan dalam tempo sesingkatnya.
“Dengan bantalan pada kedua sisi ini, pemerintah berharap membantu meringankan tekanan terhadap rumah tangga dan pelaku usaha, terutama ultra mikro dan UMKM,” ungkap Febrio.
Ia menambahkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang merosot ke 2,84 persen, dan investasi yang hanya tumbuh 1,70 persen. Sementara itu, konsumsi pemerintah masih tumbuh 3,74 persen, ekspor 0,24 persen, sedangkan impor kontraksi 2,19 persen.
Merosotnya konsumsi rumah tangga itu disebabkan oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Peningkatan konsumsi kesehatan, pendidikan, perumahan, serta perlengkapan rumah tangga, katanya, tidak mampu mengimbangi penurunan konsumsi pakaian, alas kaki, jasa perawatan serta transportasi dan komunikasi.
“Dalam kondisi pembatasan aktivitas, masyarakat mengurangi konsumsi barang-barang kebutuhan nonpokok. Sinyal pelemahan konsumsi ini juga terlihat pada menurunnya indeks keyakinan konsumen dan penjualan eceran pada Maret 2020 sebesar minus 5,4 persen (yoy),” jelas dia.
Lebih lanjut, kinerja investasi menurun, terutama pada komponen mesin, perlengkapan, dan investasi bangunan. Penurunan kinerja investasi juga terlihat pada penjualan mobil niaga yang minus 14,7 persen serta kredit perbankan. Tumbuhnya investasi didukung oleh kinerja investasi langsung, khususnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Sedangkan belanja modal pemerintah pusat naik menjadi 32,1 persen. Pertumbuhan konsumsi pemerintah pusat didorong oleh peningkatan belanja bantuan bantuan sosial. Realisasi bantuan sosial tumbuh hingga 27,6 persen (yoy), utamanya disebabkan kenaikan tarif 2020 PBI-JKN dan penarikan iuran PBI sampai dengan bulan Mei.
“Kontraksi terjadi pada konsumsi pemerintah daerah dan belanja pegawai masing-masing karena turunnya dana bagi hasil dari pemerintah pusat serta program reformasi birokrasi,” pungkasnya.