Wakil Sekretaris Komisi Kerukunan Antarumat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Abdul Moqsith Ghazali mengharapkan ormas-ormas Islam, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah proaktif mengimbau masyarakat agar ibadah di rumah. Hal itu untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19.
“Agar corona tidak terus menyebar ke tempat-tempat lain. Jadi harus dipahami bahwa yang dilarang itu bukan Jumatan atau salat Jumat dan juga salat Ied-nya, tetapi perkumpulannya itu yang dilarang dan saya kira itu berguna. Jadi beribadah dari rumah itu tidak mengurangi kekhusyukan kita, malah menjadikan rumah sebagai ruang ibadah privat kita kepada Allah,” ucap doktor di bidang Tafsir Alquran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu (16/5/2020).
Kiai Moqsith menyebutkan, Nabi Muhammad di dalam Alquran mengatakan, “Jangan jadikan rumahmu itu seperti kuburan, yang tidak dipakai untuk salat, tidak dipakai untuk baca Quran, tidak dipakai untuk mendidik anak-anak, tidak dijadikan sebagai keluarga sakinah mawadah warohmah”.
“Jadi Covid-19 ini memberikan efek positif juga untuk menghidupkan keluarga kita. Kalau keluarga kita menjadi keluarga yang baik, maka lingkungan kita juga dapat menjadi lingkungan yang baik, mulai di tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi lalu seluruh rakyat Indonesia. Jadi dimulai dari yang paling kecil hingga besar ini,” ucap lulusan pascasarjana di bidang Tasawuf Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) tersebut juga menyampaikan, pada bulan Ramadan ini ada kewajiban untuk membayar zakat fitrah, di samping juga bagi orang yang memenuhi syarat untuk mengeluarkan zakat mal.
“Zakat fitrah, kita tahu itu diperuntukkan buat mereka yang tidak punya, yang dikeluarkan menurut mazhab Syafii adalah berupa makanan pokok. Di mana makanan pokok kita di Indonesia adalah beras, yang di Timur Tengah pada zaman Nabi mengeluarkan gandum. Zakat fitrah itu kita salurkan kepada yang tidak mampu. Dengan cara begitu maka kemudian kepedulian itu bisa dibangun,” ujar peneliti di Wahid Institut Jakarta itu.
Selain itu, sebagai upaya menjaga perdamaian di tengah pandemi ini, Kiai Moqsith menuturkan, masyarakat harus bisa mengendalikan diri untuk tidak menyebarkan hoax. Jangan sampai nanti orang meninggal bukan karena virus corona, tetapi karena ketakutan terhadap hoax yang disebarkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
”Jadi jangan saling menyalahkan, jangan memprovokasi dan juga terprovokasi, karena hal itu bisa menimbulkan ketidaktenteraman, yang bisa berujung pada kekerasan dan anarki sehingga tidak ada perdamaian,” kata alumnus pondok Pesantren Salafiyah al-Shafi-’iyyah, Situbondo, Jawa Timur, itu.
Menurut dia, setiap orang justru harus saling bantu membantu untuk menghentikan persebaran Covid-19 ini. Provokasi dan hoax ataupun hal-hal yang tidak produktif hanya akan memperburuk keadaan bangsa ini.
Ia mengatakan, tidak ada pilihan lain bagi seluruh rakyat Indonesia dan penduduk dunia untuk saling bergotong-royong, bahu-membahu membantu satu sama lain dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini.
“Jadi yang punya uang bisa membantu dengan uang. Yang punya ilmu seperti tenaga medis bisa membantu dengan ilmunya. Yang punya kemampuan di bidang agama harus bisa mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan perkumpulan-perkumpulan yang menyebabkan tersebarnya virus itu,” ujarnya.