Menteri Keuangan RI Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 masih berada di atas 5%, apalagi didukung oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang diprediksi bakal membaik.
Menurutnya, berdasarkan prediksi World Bank dan International Monetary Fund (IMF), pertumbuhan ekonomi dunia memang bakal membaik tahun ini.
“Ini berarti bagus untuk Indonesia karena kita berharap ekspor dan lain-lain akan tumbuh,” ujarnya kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Senin (13/1/2020).
Selanjutnya faktor domestik yang ikut andil dalam pertumbuhan ekonomi tahun ini adalah adanya inisiatif Presiden RI, Joko Widodo melakukan omnibus law di bidang kesempatan kerja dan bidang perpajakan. Menurutnya ini akan berdampak besar bagi investasi yang masuk ke Indonesia.
“Maka confident terhadap investasi diharapkan meningkat,” ujarnya.
Pelemahan investasi tahun lalu diharapkan bisa diperbaiki tahun ini. Di mana tahun lalu investasi diharapkan bisa tumbuh 7%, nyatanya hanya tumbuh sekitar 4%.
“Sementara konsumsi rumah tangga kita harap akan tetap terjaga, karena inflasi masih akan tetap terjaga. Jadi dengan pick up, growth kita harapkan akan meningkatkan dan investasi kita harapkan akan pulih,” tuturnya.
Selain memperkirakan pertumbuhan ekonomi bakal membaik tahun ini, dia juga bicara soal dahsyatnya gejolak ekonomi global dan kemampuan Indonesia yang bertahan.
“Kalau kita lihat tahun 2019 yang baru saja kita tutup memang ciri khas dari tahun 2019 selain ketidakpastian yang terus berlangsung sejak tahun-tahun sebelumnya kita juga melihat bahwa imbas dari pelemahan ekonomi global sudah masuk ke Indonesia. Itu imbasnya bisa mulai masuk dari jalur keuangan, jalur capital inflow dan juga dari jalur sentimen,” katanya.
Sri Mulyani mengungkapkan, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China membuat banyak pihak melakukan revisi dari proyeksi ekonomi dunia. Untuk tahun 2019 itu adalah pertumbuhan paling lemah dari global trade.
“Dan juga dari sisi global economy growth itu revisinya 5 kali dan sekarang pertumbuhannya mirip dengan Global financial Crisis. Nah oleh karena itu kita lihat dalam ekonomi Indonesia para pembayar pajak terutama korporasi juga mengalami imbas,” tegasnya.
“Itu terlihat sekali sangat nyata dari pertama, impor barang modal dan bahan baku, walaupun kita impor naik menyebabkan trade balance maupun CAD kita mengalami kenaikan, namun itu menyebabkan juga kenaikan atau peningkatan terhadap atau penurunan terhadap kemungkinan produksi dari sektor manufaktur.”
Sektor manufaktur, sambung Mantan Managing Director dan COO World Bank ini, terkena tekanan yang cukup besar baik untuk produksi dalam negeri maupun untuk ekspor. Sektor komoditas juga mengalami tekanan yang sangat besar, baik dari sisi harga karena ekonomi dunia melemah dan harga menurun maupun dari volume ekspornya.
“Untuk sektor komoditas ini untuk Indonesia tiga pukulan sebetulnya, harganya turun, ekspornya turun dan rupiah yang menguat dibandingkan asumsi APBN. Ini menyebabkan penerimaan dalam Rupiah kita dan dalam bentuk pajak kita menurun. Inilah yang menjadi bahan baku kita untuk membuat apa yang harus kita hadapi di tahun 2020,” pungkasnya.