Agama apa pun mengajarkan kerukunan dan toleransi terhadap sesama manusia. Meningkatkan pemahaman dan spiritualitas seseorang akan mampu mengatasi intoleransi dan radikalisme antarumat beragama.
“Tidak ada agama yang tidak mengajarkan kerukunan dan toleransi terhadap sesama manusia,” tegas Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), KGPAA Paku Alam X, saat menerima audiensi Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) terkait pembentukan MUKI Wilayah DIY, di Gedhong Pare Anom, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin (06/01).
Menurut Paku Alam, penerapan budaya dalam kehidupam beragama merupakan sesuatu yang penting. Latar belakang budaya akan mempermudah siapa pun untuk menghargai, menghormati, dan hidup rukun. Untuk itu, tidak berlebihan apabila disampaikan bahwa budaya mampu mendukung dan mempermudah pemahaman agama.
“Budaya dan agama saling mendukung karena budaya adalah soal rasa dan agama adalah soal keyakinan. Apabila disatukan tentu akan memberikan pemahaman yang lebih luas, terutama dalam konteks kerukunan,” ungkapnya.
Dalam kesempat tersebut, Paku Alam X meminta MUKI menjadi salah satu organisasi yang mampu membendung radikalisme dan intoleransi. Dengan keberadaan Ormas Kristen ini, ia berharap kerukunan masyarakat akan semakin terjalin kuat, mewujudkan Indonesia yang bersatu.
“Radikal tidak bisa dilawan dengan radikal, harus dilawan dengan kasih. Jadi MUKI juga harus mengedepankan budaya untuk ikut andil dalam memerangi radikalisme dan menangkal intoleransi. Sangat penting menguatkan rasa melalui budaya dan jangan mengutamakan ego pribadi,” jelasnya.
Sekretaris MUKI, Yupiter Ome, mengungkapkan MUKI wilayah DIY dibuat untuk pemberdayaan umat kristiani. Selain itu, diharapkan melalui MUKI, mampu mewadahi segala bentuk aspirasi dan lebih mengorganisir jemaat dengan lebih baik.
Yupiter menyampaikan, semua agama pasti memiliki ego dalam internal. Namun yang terpenting adalah bagaimana memberikan pengertian dalam internal agama itu sendiri agar ego tidak menyulut radikalisme. Tidak perlu mengatur agama orang lain, namun harus mulai dari diri sendiri.
“Cukup kita mengatur kondisi internal kita agar tidak ada radikalisme. Kita harus memperkuat aspek spiritual internal. Karena radikalisme hanya muncul apabila pemahaman spiritual kita kurang,” ungkapnya.