KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa RUU Cipta Kerja mengatur perusahaan pemegang izin tetap berkewajiban menjaga areal konsesinya dari ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Penjelasan tersebut sekaligus menjawab pertanyaan di ruang publik mengenai perubahan pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Bila ada pertanyaan, apakah dengan adanya Omnibus Law kemudian perusahaan tidak lagi bertanggung jawab pada karhutla di areal konsesinya? Jelas ini tidak benar. Pasal 49 UU Kehutanan tidak dicabut, tetapi diubah dengan mewajibkan korporasi melakukan juga pencegahan dan pengendalian karhutla di areal konsesinya.
RUU Omnibus Law mengusung semangat menyederhanakan regulasi, karenanya ketentuan pada satu pasal, bukan berarti menghilangkan norma hukum secara keseluruhan. Ketentuan pada Pasal 49 ini tidak terlepas dari Pasal 50 dan Pasal 78 dalam UU yang sama.
Menurut Ilyas, perubahan pada Pasal 49 dari ‘bertanggung jawab terhadap terjadinya kebakaran’ menjadi ‘wajib’ melakukan pencegahan dan pengendalian, harus dilihat kaitannya dengan Pasal 50 yang telah mengatur larangan membakar, bahkan kemudian sanksi pidana bagi pembakar juga diatur dalam Pasal 78 ayat 2 dan ayat 3.
Dengan demikian, larangan membakar menjadi lebih luas bukan hanya bagi pemegang izin. Dalam RUU Omnibus Law, hal tersebut juga dibedakan antara sengaja dan lalai.
”Tanggung jawab perusahaan dalam karhutla justru makin berat karena selain dilarang membakar juga wajib melakukan pencegahan dan pengendalian kebakaran. Jadi membaca RUU Omnibus Law harus secara utuh karena antara pasal per pasal saling berkaitan,” jelas Ilyas yang juga menjadi tim ahli Omnibus Law Bidang LHK ini.
Pasca-karhutla 2015, KLHK telah melakukan berbagai langkah korektif pengawasan pada perusahaan secara ketat, dan ini belum pernah dilakukan pada masa-masa sebelumnya, terutama pada lahan gambut. KLHK juga mendapat kewajiban membuat dokumen rencana pemulihan ekosistem gambut, yang juga merupakan bagian dari upaya holistik pencegahan karhutla di areal konsesi.
Jadi dalam Omnibus Law diperkuat lagi penegasan tentang pencegahan adalah menjadi tanggung jawab perusahaan. Konsesi hutan tanaman industri (HTI) juga diperintahkan untuk melakukan kontrol dan menjaga karhutla hingga radius 2-5 km di luar batas konsesinya.
Penegakan hukum lingkungan pada perusahaan, ditegaskan Ilyas, dilakukan pemerintah bukan untuk mengejar kesalahan, namun memberi efek jera, sekaligus melakukan pembinaan.
Diingatkannya kembali, bahwa baru di era Presiden Jokowi, di bawah kepemimpinan Menteri LHK Siti Nurbaya, dibentuk Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) dan telah dilakukan penindakan hukum tegas bagi korporasi yang sebelumnya ‘nyaris tidak tersentuh hukum’.