PRESIDEN Joko Widodo menunjukkan diri sebagai seorang negarawan. Dalam acara Kenduri Kebangsaan di Aceh, Sabtu (22/2), Jokowi menunjukkan diri tetap memperhatikan Aceh walau kalah telak dalam Pilpres lalu di provinsi tersebut.
“Tadi ada permintaan maaf. Jangan salah pengertian. Pilpres sukses dan aman. Saya menghargai hak-hak politik seluruh masyarakat Aceh.
Jokowi mengungkapkan hal tersebut terkait pernyataan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Dalam sambutannya, Nova memohon maaf atas kekhilafan di masa lalu. Pernyataan tersbeut diyakini terkait hasil pilpres 2019. Di Aceh, pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin kalah telak dari pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Aceh.
Sebuah kekeliruan besar jika ada yang berpikir Presiden tidak akan ke Aceh lagi. Saya sangat menghargai hak-hak politik dari provinsi mana pun dan dari masyarakat mana pun di seluruh Tanah Air.
Pemilu dan Pilres sudah usai, marilah kita konsentrasi ke arah pembangunan, dan Aceh memiliki kekuatan dan potensi besar, karena Aceh adalah daerah modal sumber daya alam dan sumber daya manusia. Saya tahu, karena pada 1986, 1987 dan 1988 saya di Lhokseumawe dan Bener Meriah.
Jokowi pun memaparkan beberapa program yang dilakukan pemerintah pusat untuk Aceh, seperti pembangunan infrastruktur jalan tol, investasi, pemenuhan MoU Helsinski, serta dana otonomi khusus Aceh. Jokowi juga menyinggung soal pengunaan dana otsus Aceh yang begitu besar, yakni Rp 8 triliun per tahun, namun dirasakan masih terdapat banyak persoalan.
Mengenai kondisi Aceh hari ini, Jokowi juga menyebut sudah bertemu dengan Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al Haythar serta Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Muzakir Manaf alias Mualem.
“Saya sudah bertemu dengan yang mulia Wali Nanggroe, saya juga bertemu dengan Pak Mualem dan tokoh-tokoh Aceh lain yang tidak bisa saya sebut satu per satu. Ada masalah ini, Pak. Ya, beri waktu saya untuk menjawab dan akan didiskusikan dalam rapat kabinet terbatas, dan nanti akan saya sampaikan.