Suarayogyakarta.com – RUU Omnibus Law yang sudah masuk ke DPR diprediksi akan mendorong aktivitas ekonomi, termasuk sektor properti .
Bagi sektor properti terdapat empat penyederhanaan izin yang akan membuat bisnis semakin bergairah.
Soal IMB (Izin Mendirikan Bangunan) misalnya sebelumnya membutuhkan waktu 1 tahun untuk dikeluarkan pemerintah daerah, sekarang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Kemudian, sertifikat Laik Fungsi juga sama, sebelumnya terjadi bottleneck di pemerintah daerah untuk pengeluaran sertifikat dan juga inspeksi. Dengan Omnibus Law akan diambil alih oleh Pemerintah Pusat.
Perjanjian Pengikatan Jual Beli juga serupa. Dulu tidak ada kejelasan mengenai persentase perkembangan pembangunan sebelum diperbolehkannya PPJB, sekarang diperjelas dengan syarat 20% perkembangan pembangunan.
Bagi Lippo Karawaci yang pada awal tahun ini terus menguatkan posisi keuangannya dan menunjukkan performa baik, hal ini akan semakin menguatkan kinerja.
Pengamat Properti F. Rach Suherman, menilai, Omnibus Law yang disiapkan pemerintah diprediksi akan mendorong aktivitas ekonomi, termasuk sektor properti. Ada beberapa kotak regulasi yang menjadi tantangan menarik untuk secara teknis berada dalam pasal undang-undang sapujagat ini.
Kotak-kotak regulasi dimaksud diantaranya adalah SK lokasi, Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (SPPJB).
”Omnibus Law punya niat mulia menyederhanakan regulasi-regulasi. Bagus,” kata Suherman.
CEO Property Excellent and Advisory (PenA) ini menambahkan, 13 Paket Kebijakan yang sebelumnya diluncurkan pemerintahan Jokowi, bagi dunia properti seperti ”miniatur omnibus law” dimana banyak aturan dipangkas.
Hanya, Suherman menilai, di hilir tidak besar rasa penyederhanaannya. Perda-perda masih membuat developer tidak otomatis menikmati kemudahan regulasi.
Ia mewanti-wanti jangan sampai Omnibus Law, setelah menjadi undang-undang menjadi terlalu general. Maka muncul interpretasi yang berbeda pada pemda-pemda sehingga mereka punya alasan membuat aturan teknis yang kental dengan isu-isu-lokal.
”Karena itu, pertanyaannya sekarang adalah apakah UU Sapujagat ini mampu menghalau perda-perda yang berpotensi membuat masalah. Contoh, kebijakan KLB pada gedung tinggi, masih banyak daerah tidak punya aturannya. Gagap saat ada pengembang akan bangun apartemen,” tuturnya.
Ketika ditanya soal prospek industri properti nasional di 2020, Suherman memprediksi, sektor ini masih akan mengalami tekanan. Namun tetap punya prospek membaik.
Tetapi syaratnya adalah suku bunga KPR rendah, kredit konstruksi tidak seret, dan supply/demand sama-sama punya trust. Pasalnya, pada 2019 kredit tumbuh melambat dan perbankan perlu membuat inovasi produk.
Karena itu, Suherman mengaku berprasangka baik pada omnibus law dalam jangka panjang. Akan tetapi dalam jangka pendek-menengah sangat bergantung dengan cara mengelola turunan UU ke dalam regulasi teknisnya.