Suarayogyakarta.com – Secara resmi pemerintah telah menarik Rancangan Undang undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dan menggantinya dengan Rancangan Undang undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Masyarakat pun menyambut positif hal tersebut karena tidak ada pasal kontroversial dalam rancangan undang-undang tersebut.
Pemerintah telah mengirimkan draf RUU BPIP kepada DPR melalui Menko Polhukam Mahfud MD pada pertengahan Juli 2020 lalu. Dalam draft RUU BPIP tersebut rupanya berisi substansi yang berbeda dengan RUU HIP. RUU BPIP memuat ketentuan mengenai tugas, fungsi, wewenang dan struktur kelembagaan BPIP. Sementara pasal-pasal kontroversial seperti penafsiran filsafat dan sejarah Pancasila sudah tidak ada lagi. Dalam konsideran, juga sudah terdapat TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan PKI dan Ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme.
Dasco mengatakan, ada beberapa mekanisme yang perlu dilalui terlebih dahulu untuk mengganti pembahasan RUU HIP menjadi RUU BPIP yang terdiri dari 7 bab dan 17 pasal ini. Setelah mekanisme tersebut dilakukan dan sudah diganti, pihaknya tidak akan membahas sebelum minta pendapat masyarakat. DPR akan membuka sekian belas pasal untuk kemudian menerima masukan dari masyarakat, apalagi substansinya berbeda.
Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan RUU BPIP penting untuk memperkuat posisi BPIP. Sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku, landasan hukum BPIP saat ini adalah Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Hal ini juga dinilai wajar karena terdapat sejumlah lembaga pemerintahan non-kementerian lainnya yang berpayung hukum UU.
Karyono juga menegaskan, dengan memiliki payung hukum, maka program penguatan pancasila tidak akan berganti atau bahkan hilang meski rezim berganti. Penguatan Pancasila sebagai dasar negara akhirnya tidak bergantung pada siapa yang sedang berkuasa, karena telah memiliki landasa hukum yang permanen, yakni undang-undang.
Dirinya menilai, kinerja BPIP dalam melaksanakan tugas pembinaan ideologi Pancasila sudah cukup baik dengan mensosialisasikan program pembinaan nilai-nilai Pancasila di kalangan masyarakat dan di sejumlah institusi negara dan pemerintahan. BPIP dinilai dapat mengisi kekosongan peran negara dalam pengamalan dan pembudayaan nilai-nilai Pancasila sejak program pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (P4) dan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dibubarkan.
Meski begitu, Karyono menyampaikan bahwa BPIP saat ini masih fokus pada aspek internalisasi penataan kelembagaan dan penyusunan program serta perumusan materi silabus pendidikan serta latihan (Diklat) Pembinaan Ideologi Pancasila.” Sejumlah tantangan pun harus mamu dijawab oleh BPIP.
Pada kesempatan berbeda, Anggota BPIP Romo Benny Susetyo mengatakan bahwa saat ini BPIP terus menyempurnakan peta jalan pembinaan Pancasila dengan kondisi terkini agar pembinaan berjalan dengan lebih efektif. Senada dengan apa yang dikatakan oleh Karyono, bahwa era digital dinilai menjadi tantangan tersendiri. Benny menuturkan bahwa BPIP terus melakukan pembinaan Pancasila melalui ruang-ruang publik.
Dalam menarik simpati generasi muda yang berjumlah hampir 120 juta untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila, Romo Benny menilai perlu adanya pendekatan yang bersifat aplikatif dan memberi arti. Menurutnya, cara-cara doktrinal tidak lagi sesuai di kondisi seperti saat ini.
Pihaknya juga mendorong ruang publik agar diisi oleh orang-orang yang memberikan perspektif bahwa pancasila itu tindakan bagaimana mereka mencintai bangsa negaranya dengan memberikan sesuatu yang terbaik lewat prestasi mereka, lewat kontribusi mereka terhadap sesamanya. Begitu juga membuat Pancasila dihidupi dengan jiwa-jiwa sosial nasionalisme dalam bentuk yang konkret.
Romo Benny juga menjelaskan bahwa pancasila merupakan ideologi yang dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengamalkan Pancasila, menurutnya mampu meningkatkan rasa cinta dan bangga terhadap tanah air.
Ia mencontohkan pada sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, hal terseebut menunjukkan bahwa jika kita mencintai Tuhan, maka kitaa tidak mungkin menghina sesama makhluk Tuhan. Jika seseorang bisa mencintai sesama manusia, maka tidak akan ada konflik SARA karana pengamalan terhadap sila ketiga yakni Persatuan Indonesia.
RUU BPIP harus menunjang penuh kekuatan pancasila. Karena dengan berpegang teguh terhadap pancasila, maka kapal besar bernama Indonesia ini masih bisa terus berlayar tanpa takut tenggelam akibat adanya paham radikal.