Draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) secara umum memberikan dampak positif bagi sektor perekonomian Tanah Air. Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan, idealnya, RUU yang mencakup revisi 79 undang-undang dan terdiri atas 1.244 pasal ini, diharapkan bisa menarik investor untuk lebih tertarik masuk ke Indonesia sehingga bisa meningkatkan lapangan kerja baru.
“Semua pihak terkait harus bisa duduk bersama, guna mencari solusi dan titik tengah yang bisa menyeimbangkan antara kepentingan investasi dan dunia usaha,” katanya, Selasa 18 Februari 2020.
Terkait sejumlah kritik atas draf RUU itu, Yustinus mengatakan, tidak semua subtansi dalam RUU ini merugikan buruh. Masalahnya, ketertutupan pemerintah dalam menginformasikan rancangan dan kurang melibatkan pemangku kebijakan yang diatur dalam perumusan RUU itu bisa menimbulkan salah kaprah.
“Misalnya saja pengaturan mengenai pemberian pesangon yang sempat disinyalir bakal dihapuskan. Kenyataannya, RUU Ciptaker tidak menghapus pesangon. Hanya, ada penurunan dari 32 kali gaji saat ini menjadi 17 kali,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) itu menilai, besaran pesangon yang berlaku saat ini termasuk sangat tinggi dibandingkan negara-negara tetangga. Besarnya pesangon itu kerap membuat investor enggan berinvestasi di Indonesia sehingga menghambat penciptaan lapangan kerja.
Tingginya pesangon tersebut dinilai sering membuat perusahaan lebih memilih merekrut karyawan kontrak daripada pegawai tetap. “Alhasil, alih-alih melindungi pekerja, aturan pesangon itu malah merugikan, terutama bagi kelompok yang belum memiliki pekerjaan dan baru akan bekerja,” katanya.
Diakui Yustinus proses penyusunan RUU Ciptaker harus mendapat pengawasan publik. Dia menegaskan semua pembahasannya harus dilakukan dengan mempertemukan semua pihak terkait, termasuk kalangan buruh dan pekerja, agar tidak menjadi ‘bom waktu’ bagi sektor ketenagakerjaan di masa mendatang.
Selain itu, reaksi dari kelompok buruh juga diharapkan tidak kontraproduktif atas niat baik pemerintah. Sebab pada hakikatnya bertujuan untuk menyederhanakan dan memperbaiki tata kelola Ketenagakerjaan di Indonesia.
Sekretaris Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Adriani, mengatakan, pesangon tidak akan dihapuskan dalam omnibus law cipta lapangan kerja. “Pesangon tidak dihapuskan, tapi bagaimana pesangon ini betul-betul bisa diimplementasikan,” ujar Adriani.
Selain itu, kata Adriani, baik pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) tetap akan mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja. “Yang kita pastikan adalah pekerja yang tidak tetap juga mendapatkan perlindungan, misalnya jaminan sosial itu harus kita pastikan,” ungkap dia.
Kemnaker menyebutkan, upah minimum juga tidak akan dihilangkan. Adriani menyebutkan, upah per jam yang diwacanakan pemerintah adalah upah untuk pekerja di sektor-sektor tertentu.
Adriani juga mengatakan, omnibus law cipta lapangan kerja tidak akan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha. Menurutnya, jika pengusaha melanggar hak-hak pekerja, tetap akan diproses mulai dari dari sanksi administrasi hingga sanksi pidana.
“Ini tetap kami mengusulkan ya kalau sanksi pidana tetap kita beri sanksi pidananya. Tapi ada sanksi-sanksi yang harus kita awali dengan administrasi dulu. Ada hanya sanksi-sanksi administrasi. jadi masing pelanggaran beda-beda. Tentunya kita lihat kalau memang harusnya pidana, ya pidana,” jelas dia.
Di samping itu, Adriani menyebutkan omnibus law tidak membuat tenaga kerja asing (TKA) masuk dengan mudah. Ia menyebutkan, TKA baru bisa masuk jika skill atau kemampuan yang dibutuhkan tidak dimiliki pekerja dalam negeri. Itu pun tidak untuk waktu yang lama.