Jakarta – Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) memastikan pihaknya tidak akan ikut mogok nasional soal RUU Cipta Kerja. Soalnya pandemi virus corona (Covid-19) hingga saat ini belum berakhir.
Di sisi lain, KSPN juga memperhatikan kondisi anggotanya yang masih banyak dirumahkan dan belum selesainya kasus ribuan anggota KSPN yang menjadi korban PHK.
“Dengan mempertimbangkan beberapa hal tersebut, KSPN tak akan ikut aksi mogok nasional tanggal 6-8 Oktober 2020. Kepada seluruh anggota KSPN agar tetap tenang dan waspada dengan situasi yang berkembang, ” ujar Presiden KSPN Ristadi.
Disebutkan, KSPN memiliki anggota lebih dari 300 ribu pekerja dan merupakan salah satu serikat dengan jumlah anggota terbanyak. Keputusan tak mengikuti aksi mogok nasional ini, juga telah mempertimbangkan berbagai masukan dari pengurus pusat dan daerah.
Keputusan tak mengikuti aksi mogok tertuang dalam surat tertanggal 29 September 2020 yang ditandatangani Presiden KSPN Ristadi dan Sekretaris Jenderal KSPN Ahmad Mustaqim, ditujukan kepada Presiden/Ketua Umum Federasi Afiliasi KSPN.
Sebelumnya, puluhan pimpinan konfederasi dan federasi serikat pekerja, menyepakati melakukan mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Cipta Kerja. Kesepakatan aksi mogok nasional tersebut diambil setelah mendengarkan pandangan dari masing-masing SP/SB dalam rapat bersama di Jakarta, Minggu 27 September lalu.
Ristadi mengungkapkan KSPN telah terlibat dalam tim Tripartit bentukan pemerinttah yang melibatkan buruh dan pengusaha. KSPN sudah mengkritisi substansi omnibus law atau RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan dalam pembahasan di tim tripartit.
KSPN menilai, advokasi yang telah dilakukan terkait RUU Cipta Kerja sudah melalui jalan panjang dan kajian kritis, lobi, hingga terlibat langsung dalam audiensi.
“Proses perjuangan tersebut sekarang sedang kami kawal terus agar sesuai harapan pekerja/buruh khususnya anggota KSPN,” ujar Ristadi.
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) pun mengatakan pihaknya tak bakal mengikuti aksi mogok nasional 6-8 Oktober 2020.
“Terkait aksi mogok massal, tidak semua serikat buruh setuju. Termasuk KSBSI. Alasannya yang pertama, karena mogok tidak diatur di dalam UU ketenagakerjaan,” kata Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban dalam keterangannya, Minggu 4 Oktober 2020.
Elly mencium aksi mogok nasional 6 sampai 8 Oktober sudah tidak murni dan ada yang menunggangi.
“KSBSI tidak mau ormas lain seolah membantu aksi tapi ada kepentingan politik. Aksi buruh harus murni. Tidak boleh ada kepentingan yang menunggangi,” tandas Elly.
Diketahui, kelompok KAMI besutan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo sebelumnya mendukung aksi mogok massal buruh 6 hingga 8 Oktober.
Selain itu, lanjut Elly, alasan KSBSI menolak mogok massal karena menurutnya, advokasi soal omnibus law sudah melalui jalan panjang. Dimulai dari melakukan kajian kritis, mengirim surat massal bersama, lobi-lobi atau audiensi ke pemerintah dan Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), publikasi media, hingga aksi unjuk rasa.
“KSBSI merasa sudah diajak pembahasan. Jadi belum perlu aksi mogok. Kalaupun nanti ada aspirasi buruh yang tidak dimasukkan dalam aturan, KSBSI akan aksi sendiri. Sambil menunggu kepastian berapa banyak yang diusulkan oleh buruh ditampung di UU, dan apa saja yang didegradasi,” ujar Elly.
Diingatkannya, aksi mogok justru merugikan buruh. Buruh terancam di-PHK setelah aksi mogok 3 hari. Selain itu, sikap tak ikut mogok nasional ini juga lantaran situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir.
“Sudah banyak buruh kehilangan pekerjaan. Karenanya, saya yakin buruh pun ketakutan kehilangan pekerjaan jika dipaksa ikut mogok 3 hari. Juga situasi Covid-19 belum mereda. Kita tak ingin aksi buruh menjadi klaster baru,” pungkas Elly.