Jakarta – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menuai kontroversi. Namun, ada aspek positif dari pengajuan rencana aturan itu.
Yakni menampik anggapan bahwa ada kelompok yang dianggap anti-Pancasila. Lapisan masyarakat bersatu memprotes pemerasan Pancasila dalam RUU HIP.
“Jadi ini seperti magnet atau gravitasi politik yang menarik semua kalangan ke dalam satu jalur yang ini sebenarnya menyadarkan kita,” Guru Besar Ilmu Hukum Bidang Hukum Konstitusi Universitas Muhammadiyah Surakarta Aidul Fitriciada Azhari dalam diskusi Smart FM yang dilakukan secara virtual di Jakarta, Sabtu, 18 Juli 2020.
Ketua ke-4 Komisi Yudisial (KY) itu menilai, masyarakat menyadari jika Pancasila sudah bersifat tetap. Maka upaya mengubah Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila mendapat pertentangan dari berbagai kelompok masyarakat yang selama ini dianggap anti-Pancasila.
“Konsensus nasional ini sudah selesai pada tanggal 18 Agustus 1945, sudah jangan di utak-atik lagi,” ujar dia.
Hal senada disampaikan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas. Dia pun mengucapkan terimakasih kepada pihak yang memprotes keras keberadaan RUU HIP.
“Masyarakat mengingatkan kita terutama saya sebagai ketua Baleg bahwa ada hal-hal prinsip yang harus kita jaga dan itu kami setuju,” kata Supratman.
Namun, dirinya meminta agar semua pihak bersabar dan mematuhi mekanisme pembentukan peraturan dan perundang-undangan. Pencabutan RUU HIP tidak bisa serta merta dilakukan. Harus melalui rapat Badan Musyawarah (Bamus) dan disampaikan pada sidang Paripurna.
Selain itu, pemerintah sudah mengusulkan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ke DPR. Aturan itu merupakan pengganti RUU HIP. Proses pergantian akan dilakukan pada masa sidang selanjutnya.
“Apakah itu pencabutan ataupun memasukkan kembali dalam Prolegnas dengan nomenklatur yang baru itu akan dilakukan pada masa sidang akan datang,” ujar dia.