Wakil Presiden Ma’ruf Amin menilai peradaban Islam bisa kembali berjaya seperti zaman keemasan terdahulu. Ma’ruf menerangkan, kuncinya jika ingin peradaban Islam kembali berjaya, yakni dengan mengkontruksi ulang cara berpikir manusia.
Sebab, peradaban umat manusia bersumber dari cara berpikirnya. Cara berpikir menjadi dasar terbentuknya pandangan dunia, dan kemudian membentuk ideologi yang akan melandasi lahirnya sebuah peradaban.
“Jika ingin membangun peradaban Islam terutama selama pandemi Covid-19, menurut saya langkah pertama dan utama yang perlu dilakukan adalah mengkonstruksi ulang cara berpikir yang benar,” ujar Ma’ruf di program TV nasional Satukan Shaf Indonesia bertajuk ‘Membangun Peradaban Islam Pasca Pandemi Covid-19’, Ahad (10/5).
Ma’ruf menerangkan, cara berpikir yang dimaksud adalah sesuai ajaran Rasulullah kepada para sahabatnya. Hal ini kemudian dirumuskan oleh para ulama di era tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Sebab, sejarah mencatat cara berpikir sesuai ajaran Rasulullah telah terbukti melahirkan peradaban Islam yang menjadi peradaban dunia. Saat itu, peradaban Islam mendasari lahirnya ilmu kedokteran, fisika, aljabar, astronomi, dan lain sebagainya.
Apalagi, peradaban selalu mengalami pasang dan surut dan tidak ada sebuah peradaban yang bisa terus-menerus berada di puncak. Karena itu, ia optimistis jika peradaban Islam bisa kembali memperoleh kejayaan kemudian menggantikan peradaban barat saat ini jika mengubah cara berpikirnya.
“Cara berfikir seperti apa yang bisa menjadi sumber terbentuknya peradaban Islam? Jawabnya adalah cara berpikir washati, cara berpikir yang moderat, dinamis dan tetap dalam koridor manhaj dan tidak berfikir ekstrim,” ujar Ma’ruf.
Ia menjelaskan cara berpikir moderat itu ialah dengan jalan tengah, bukan jalan yang melenceng ke kanan ataupun ke kiri. Sebab cara berpikir yang melenceng diartikan terlalu berlebihan dalam beragama, sehingga terkungkung dengan pemahaman-pemahaman tekstual.
Ia menyebut ciri cirinya ialah semangat keagamaan yang berlebihan tanpa dibarengi ilmu terutama ilmu tentang metode pemahaman nash, manhaj fii fahmin nushuf, sebagaimana diajarkan Rasulullah.
Karena itu, seorang ulama besar sekaligus ahlul usul fiqih Al Imam Al Qarafi mengatakan pemahaman tektual adalah suatu kesesatan dalam agama. “Oleh karenanya cara berpikir yang tekstualis itu sangat jauh dari ruh keagamaan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW,” ujarnya.
Sumber : https://republika.co.id/