Categories Nasional

Prabowo Minta Koruptor Dihukum 50 Tahun, MA: Itu Bukan Intervensi

Keinginan presiden mengenai pemberian hukuman 50 tahun penjara untuk koruptor ini memang mencerminkan harapan agar tindakan tegas diambil terhadap pelaku korupsi besar. Namun, hukuman tersebut tetap harus disesuaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku dan melalui proses yang sah.

Mahkamah Agung (MA) mengimbau semua pihak untuk bersabar dan menunggu keputusan banding yang akan diberikan kepada Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi terkait tata niaga timah yang telah dijatuhi vonis 6,5 tahun penjara pada pengadilan tingkat pertama.

Pernyataan ini disampaikan oleh Juru Bicara MA, Yanto, sebagai respons terhadap pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan agar hakim memberikan hukuman 50 tahun penjara bagi koruptor yang merugikan keuangan negara hingga mencapai ratusan triliun rupiah.

“Terkait dengan keinginan Presiden mengenai pemberian hukuman 50 tahun penjara untuk koruptor, hal ini akan dikendalikan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kami menghimbau untuk bersabar, karena perkara tersebut masih dalam proses banding oleh jaksa. Oleh karena itu, kita harus menunggu keputusan banding tersebut,” ujar Yanto dalam konferensi pers di Media Center MA, Kamis (2/1).

Menurutnya, keinginan Presiden mengenai pemberian hukuman 50 tahun penjara untuk koruptor ini memang mencerminkan harapan agar tindakan tegas diambil terhadap pelaku korupsi besar. Namun, hukuman tersebut tetap harus disesuaikan dengan ketentuan hukum yang berlaku dan melalui proses yang sah.

“Jika sebuah perkara sudah diajukan banding maka putusan pengadilan menjadi belum inkrah atau belum berkekuatan hukum tetap,” imbuhnya.

Ia menambahkan bahwa saat ini yang berlaku adalah putusan banding yang akan menentukan kelanjutan proses hukum tersebut. Yanto menjelaskan bahwa dalam hukum positif Indonesia, terdapat ketentuan yang mengatur sanksi terhadap tindak pidana korupsi.

“Untuk pelanggaran tertentu, misalnya pada Pasal 1, hukuman yang dapat dijatuhkan adalah penjara dengan masa minimal 1 tahun dan maksimal seumur hidup. Sedangkan pada Pasal 2, ancaman hukumannya bisa berkisar antara 4 tahun hingga 20 tahun penjara, bahkan seumur hidup, tergantung pada beratnya pelanggaran yang dilakukan,” ucapnya.

Selain itu, dalam beberapa kondisi tertentu, seperti bencana alam, krisis moneter, atau masa perang, kata dia, bahkan hukuman mati bisa diterapkan sebagai bentuk hukuman yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, saat ini, pihak Mahkamah Agung masih menunggu hasil putusan banding yang akan menentukan apakah hukuman yang dijatuhkan dapat diperberat atau dipertahankan.

Mengenai pertanyaan apakah pernyataan Presiden tersebut mencampuri keputusan Mahkamah Agung atau lembaga peradilan lainnya, Yanto menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak termasuk dalam kategori intervensi terhadap proses peradilan.

“Saya kebetulan juga menyaksikan pernyataan Presiden di televisi. Pernyataan beliau menegaskan bahwa jika suatu kasus korupsi sudah terbukti dengan jelas, maka pemberian hukuman yang berat, seperti 50 tahun penjara, bukanlah bentuk intervensi. Sebaliknya, hal tersebut merupakan penegasan bahwa tindakan tegas memang diperlukan jika suatu perkara sudah terbukti dengan bukti yang sah,” tegasnya.

Yanto menambahkan bahwa intervensi dalam konteks hukum hanya terjadi jika ada upaya untuk mengubah keputusan yang sudah sah atau mengganti fakta yang ada dalam suatu perkara.

“Kalau sudah jelas-jelas artinya sudah terbukti, sesuai dengan alat bukti yang tertera dalam pasal 184 KUHAP terpenuhi semua gitu, sehingga dua alat bukti dan keyakinan hakim. Maka kalau sudah terbukti, kalau enggak salah begitu. Jadi tidak intervensi. Jadi intervensi itu kalau merah, dibikin hijau. Nah itu intervensi. Beliau kan enggak begitu. Jadi kita tidak merasa di intervensi,” ujar Yanto.

Sebelumnya, Presiden Prabowo mengingatkan agar hakim memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada para koruptor yang terbukti jelas-jelas merugikan negara. Pernyataan ini disampaikannya saat memberikan arahan dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional yang berlangsung di Gedung Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin (30/12).

“Saya mohon ya kalau sudah jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur lah, terutama juga hakim-hakim, vonisnya jangan terlalu ringan,” kata Prabowo dilansir dari Antara.

Dalam kesempatan tersebut, Prabowo juga mengungkapkan rasa ingin tahunya tentang langkah apa yang diambil oleh Kejaksaan Agung terkait putusan hakim. Kejaksaan Agung sendiri berencana untuk mengajukan banding terhadap vonis tersebut.

“Tolong, Menteri Pemasyarakatan dan Jaksa Agung, apakah banding dilakukan? Kalau iya, vonisnya 50 tahun kira-kira,” tambahnya.

Meski tak menyebut nama, pernyataan Presiden Prabowo tersebut diduga untuk menanggapi vonis Harvey Moeis yang akan dipenjara 6,5 tahun dan saat itu sedang ramai diperbincangkan publik.

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *