suarayogyakarta.com – Lagi-lagi pemerintah memberikan relaksasi bagi para pelaku usaha.
Kali ini pemerintah melonggarkan pembayaran iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) hingga 90 persen.
kelonggaran ini diberlakukan agar para pelaku usaha tetap memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada buruh dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)
“Relaksasi yang diberikan adalah pemotongan iuran 90% untuk tiga bulan, dan bisa diperpanjang tiga bulan lagi,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto
Pelonggaran iuran ini berlaku bagi iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm). Sementara untuk Jaminan Pensiun (JP) pembayaran bisa ditunda.
Untuk Jaminan Hari Tua (JHT) tak masuk dalam program relaksasi. Nantinya semua aturan kelonggaran ini akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Total anggaran dari relaksasi tersebut mencapai Rp 12,36 triliun. Angka ini dari fasilitas JKm Rp 1,3 triliun, fasilitas JKK Rp 2,6 triliun, dan fasilitas JP Rp 8,74 triliun.
Sampai saat ini, sudah ada sebanyak 116.705 perusahaan yang mengajukan relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Menteri Ketenagakerjaan (Kemnaker) Ida Fauziyah mengatakan, bagi perusahaan yang mendapat fasilitas relaksasi tersebut dapat memanfaatkan likuiditas untuk membayar THR karyawan.
“Harapan kami dengan relaksasi pembayaran iuran BP Jamsostek ini pengusaha memenuhi kewajibannya untuk membayar THR,” jelas Ida.
Ida juga menegaskan, bahwa saat ini belum ada surat yang masuk dari perusahaan yang menyatakan ketidakmampuan membayar THR.
Meski sudah ada permintaan secara lisan, dan meminta relaksasi iuran BPJS Ketenagakerjaan sebagai solusi.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal secara tegas tetap meminta pengusaha untuk membayar THR secara penuh.
Makanya pemerintah diminta tegas menekankan hal itu kepada pengusaha.
Sebab, kewajiban pemberian THR juga tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja/buruh di Perusahaan.
Pasal 5 ayat 4 aturan itu menyebut THR keagamaan wajib dibayarkan pengusaha paling lambat tujuh hari (seminggu) sebelum pelaksanaan Hari Raya Keagamaan.
Said menilai, pembayaran THR ini akan menjaga daya beli buruh saat Lebaran dan menghadapi pandemi virus corona (Covid-19) sehingga konsumsi masyarakat masih tetap terjaga dengan baik.
“Kalau perusahaan mengatakan rugi, maka perusahaan harus membuat laporan kas dan neraca keuangan selama dua tahun terakhir untuk diperiksa oleh pemerintah melalui kantor akuntan publik,” ucap dia.