Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) kembali memberikan pandangannya terkait proses peralihan status pegawai pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Pandangan tersebut disampaikan dalam sidang putusan uji materi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK pada Selasa (31/8/2021).
Dalam sidang, salah satu Hakim Konstitusi yakni Saldi Isra menyampaikan bahwa proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) seharusnya dipandang sebagai peralihan dan bukannya menjadi seleksi pegawai baru.
“Bahwa dengan merujuk ketentuan peralihan dalam Pasal 69B dan Pasal 69C Undang-Undang 19/2019 dan memaknai secara tepat untuk tujuan dan maksud norma dapam ketentuan peralihan dalam sistem peraturan perundang-undangan,” kata Saldi saat membacakan alasan berbeda di sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (31/8/2021).
“Perubahan status tersebut harus dipandang sebagai sesuatu peralihan status, bukanlah seleksi calon pegawai baru,” lanjut dia.
Adapun alasan yang berbeda itu juga mencakup sikap tiga Hakim Konstitusi yakni Wahiduddin Adams, Suhartoyo dan Enny nurbaningsih.
Saldi mengatakan, secara hukum, apabila diletakkan dalam konstruksi Pasal 69B dan Pasal 69C UU KPK, proses peralihan tersebut harus dilakukan terlebih dahulu.
Kemudian setelah penyelidik, penyidik dan pegawai KPK mendapat status pegawai ASN, KPK dapat melakukan berbagai bentuk tes untuk menempatkan mereka dalam struktur organisasi sesuai dengan desain baru KPK.
“Posisi hukum kami, karena peralihan status tersebut sebagai hak, peralihan dilaksanakan terlebih dahulu dan setelah dipenuhinya hak tersebut baru dapat diikuti dengan penyelesaian masalah lain. Termasuk kemungkinan melakukan promosi dan demosi sebagai pegawai ASN di KPK,” ujarnya.
Ia melanjutkan, dengan mendaftarkan kepada kepastian hukum, norma dalam Pasal 69B dan Pasal 69C seharusnya semangatnya sungguh-sungguh dimaknai sebagai pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara dalam hal ini penyelidik, penyidik dan pegawai KPK untuk dialihkan statusnya sebagai pegawai ASN.
Tentunya sesuai dengan Pasal 27 Ayat 2, Pasal 28C Ayat 2, Pasal 28 D ayat 1, Pasal 28D Ayat 3, dan Pasal 28 D Ayat 3 dan Pasal di Undang-Undang Dasar 1945.
Saldi mengatakan, pihaknya juga sudah mengeluarkan putusan Nomor 70/PUU-XVII/2019 dalam paragraf 3.22 halaman 339, secara tegas menyatakan, pegawai KPK secara hukum menjadi pegawai ASN karena berlakunya UU KPK
Oleh karena itu, dalam UU KPK ditentukan diberlakukannya penyesuaian peralihan status kepegawaian KPK adalah paling lama dua tahun sejak UU berlaku.
“Artinya bagi pegawai KPK menjadi pegawai ASN bukan atas keinginan sendiri, tetapi merupakan perintah Undang-Undang in casu Undang-Undang 19/2019,” ungkapnya.
Lebih tegas lagi, kata Saldi, berdasarkan UU Nomor 19/2019 dalam putusan yang sama menegaskan peralihan status menjadi ASN merupakan hak hukum bagi penyelidik, penyidik dan pegawai KPK.
Serta dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai untuk diangkat menjadi pegawai ASN dengan alasan apapun di luar desain yang telah ditentukan disebut.
“Sebab, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi di KPK dan dedikasinya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak diragukan,” kata dia.
Saldi jug menegaskan, sekalipun permohonan perkara yang dianjukan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia yakni Yusuf Sahide, ditolak namun pertimbangan hukumnya dapat dijadikan momentum untuk menegaskan pendirian Mahkamah ihwal peralihan status penyelidik dan pegawai KPK secara hukum menjadi pegawai ASN.
Sebagai hak yang harus dipenuhi sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019.